Salak. Pendakian Kedua

|

Gunung Bunder, Selasa 31 Mei 2016

Secangkir kopi, pagi hari, dan hawa dingin. Tiga kesatuan yang membuat siapapun terlena, mager, dan ujung-ujungnya baper. Apalagi ditambah rokok yang kemebhul, gorengan hangat, dan suara gemericik air. Dijamin, seharian nggak bakal keluar tenda.

Seperti pagi ini, aku (sekali lagi) menikmati semua itu (kecuali rokok yang kemebhul) di kawasan Gunung Bunder, lereng Gunung Salak. Masih pukul 6 pagi, dinginnya udara di 1016 mdpl sebenarnya tidak terlalu menggigit. Hanya saja karena kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak ini sangat lembab dan basah, maka suasana anyep begitu terasa.
Pagi ini aku ngopi di sebuah mushola-panggung disamping basecamp. Semalam kami bertujuh menginap di mushola yang terbuat dari kayu ini. Kemal sejak tadi sudah sibuk packing, memasukkan dan mengeluarkan sesuatu dari dalam carriernya. Akhirnya selesai juga. 

"Yaudah, gue duluan ya Gin" Katanya.
"Lo tau jalan sampai Depok kan Mal?" 
"Hp gue baterainya udah penuh, santai aja. Ntar ngikutin plang ijo paling juga sampai." 
"Sarapan dulu lah atau ngopi. Itu temen-temen udah buatin sarapan buat lo"
"Ntar keburu macet Gin"
"Yaudah" Jawabku singkat.

Aku kemudian mengantarnya sampai parkiran. 
"Oke Mal. Thanks yak. Ntar kalo ke Jogja bilang aja. Gue anterin ke Merbabu, Merapi, atau terserah lo mau kemana. Ati-ati dijalan"
Dia lalu menstarter motornya dan berlalu. Aku kembali ke mushola 

Aku kemudian sarapan bersama, packing dan bersiap-siap. Aku dan 5 temanku dari PLP akan naik Salak. Aku akan naik gunung ini sekali lagi!

Malam sebelumnya..
"Laaaah. Kok kalian bisa ada disini?"
Lalu mengalirlah cerita dari Rofiq, Dika, Bleki, Desta, dan Bolu. 
Ternyata mereka terpaksa mengubah plan pendakian karena terhalang masalah izin. 
Senin pagi mereka sudah sampai di Curug Nangka dan bersiap melakukan pendakian. Mereka kemudian mendaki beberapa ratus meter. Segalanya seolah berjalan sesuai plan sampai akhirnya mereka dicegat polisi hutan dengan baret Taman Nasional yang memaksa mereka untuk kembali turun dan membatalkan pendakian. Perlu diketahui bahwa jalur Curug Nangka bukan merupakan jalur resmi dan sering disebut sebagai jalur tikus. Jalur ini sudah lama ditutup dan tidak diperkenankan untuk dilalui lagi. Kesalahan PO pendakian kali ini adalah dia menentukan jalur namun tidak melakukan survey terlebih dahulu. Hanya berdasar data internet dan merasa segalanya bakal beres.
Dengan 'diusirnya' mereka dari situ, mereka memutuskan mengubah plan melalui jalur terdekat dari Curug Nangka, yaitu jalur Gunung Bunder. Akhirnya mereka menyewa angkot dan berangkat menuju Gunung Bunder. Masalah belum selesai. Gunung Bunder adalah area bumi perkemahan yang sangat luas. Mereka diturunkan di gerbang paling depan dan terpaksa harus berjalan kurang lebih 3 km sampai basecamp Pasir Reungit. Waktu sudah terbuang percuma setengah hari lebih ketika mereka sampai basecamp. Mereka harus buru-buru karena tidak memiliki banyak waktu.
Ternyata masalah terbesar justru mereka temui di basecamp. Mereka bertemu Kang Daus, Abah serta beberapa penjaga dan diinterogasi macam-macam. Mereka kemudian berdiskusi didalam basecamp, menjelaskan hal-hal seperti yang aku jelaskan ke Kang Daus kemarin dan mendapat bantahan serupa. Dika bahkan sampai membuka peta RBI lembar Gunung Sari dihadapan mereka. Dia kemudian menjelaskan letak saat ini, letak pos 1, kawah ratu, pertigaan, puncak bayangan, dan puncak 1. Dia menjelaskan tentang lembahan, punggungan, kontur, skala, karvak, koordinat, dan sebagainya. Hal itu untuk menunjukkan bahwa pendakian telah terencana dengan baik dan bukan pendakian huru-hara tanpa skill yang memadai. 

Mereka akhirnya diizinkan mendaki gunung Salak namun dengan berbagai syarat. Syarat pertama pendakian harus dimulai besok pagi. Syarat kedua adalah menggunakan guide atau orang yang pernah mendaki gunung Salak sebelumnya. Harga seorang guide untuk mengantar sampai puncak tidak tanggung-tanggung. 750 ribu.

Aku tidak tahu bagaimana kondisi mereka setelah ditekan sedemikian rupa oleh petugas Taman Nasional. Sudah jauh-jauh merencanakan pendakian. Sudah jauh-jauh berangkat dari Jogja, menghabiskan banyak tenaga dan biaya, kemudian dicegat dan dilarang mendaki. Mungkin setengah kesal, setengah putus asa, dan keinginan untuk nekat yang tinggi. Apalagi waktu yang mereka miliki tinggal besok dan lusa (selasa dan rabu) karena tiket kereta pulang telah dipesan untuk hari Kamis pagi pukul 05.30. DARI BANDUNG.

Mereka mau tidak mau akhirnya bersiap mengeluarkan biaya untuk menyewa guide sampai Rofiq kemudian membocorkan rahasiaku.
"Guys...
Sebenernya saat ini Angin lagi diatas.
Kemarin dia ngabarin udah di puncak bayangan dan kemungkinan besar sekarang dia lagi turun."

Dan akhirnya satu-satunya pilihan terbaik mereka saat ini adalah menunggu aku turun.

"Hahaha..." Aku tertawa setelah mendengar semua penjelasan mereka. Aku tidak habis pikir. Mau menertawakan kacaunya plan pendakian mereka disatu sisi serta trenyuh juga disisi lain. Bagaimana pendakian terencana berbulan-bulan mereka jadi terancam batal karena masalah mendasar, perizinan. Sementara ini adalah pendakian puncak. Pendakian yang merupakan salah satu syarat berhasil atau tidaknya dikjut tahun ini.

Ketika pada akhirnya mereka memutuskan memintaku menjadi guide demi menghemat uang, aku oke-oke aja. Naik sekali lagi bukan masalah asalkan makanan dan transportku terjamin.  Yang menjadi masalah adalah adanya orang luar yang bukan bagian dari tim sebenarnya menyalahi aturan di mapala kami. Aku bukan bagian dari tim ini saat ini karena tidak mengikuti rangkaian dikjut dari awal. Aku memutuskan bersedia naik lagi dengan konsekuensi pasti akan ada intervensi yang tidak bisa dihindari. Bagaimana nanti evaluasi pendakiannya aku serahkan ke tim

Pagi ini Kemal aku minta pulang duluan dan meninggalkanku bersama 5 anak Plp. Plan-ku adalah naik lagi, kemudian turun lalu ke Bandung bersama mereka. Aku berpisah di Bandung dan mencari kendaraanku sendiri sementara mereka langsung naik kereta.

Perizinan kemudian berjalan lancar. Kang Daus tersenyum ketika aku salami didepan pintu basecamp. Aku menjelaskan bahwa aku terlambat sampai basecamp kemarin. Aku jelaskan beberapa alasannya dan dia menganggap itu hal yang wajar serta tidak memarahiku. Ketika aku menjelaskan maksudku mengantar anak Plp ke puncak dia juga tidak banyak protes dan akhirnya kami tinggal menandatangani beberapa hal yang salah satunya bermaterai. 
Kami pamit ke semua orang yang di basecamp
"Naik sekali lagi saya kasih salak beneran mas" kata salah satu teman kang Daus bercanda.
"Haha.. Kasih piring cantik juga ya mas" Jawabku sekenanya. 

Pendakian melewati jalan yang sama seperti dua hari lalu. Melewati lapangan, kawah mati, kawah ratu, helipad, dan pertigaan Bajuri. Karena perjalanan hari ini lebih banyak berhentinya dan lebih lambat, maka target sampai puncak bayangan tidak terpenuhi. Kami ngecamp di 1800 mdpl, satu jam perjalanan menuju puncak bayangan dan 2 jam dari puncak 1.

Ngecamp di ketinggian segini sejatinya bukan pilihan yang tepat kalau bukan karena terpaksa. Apalagi ditempat yang sangat rimbun dengan pepohonan tinggi. Pada ketinggian dibawah 2000 mdpl, segala jenis hewan masih ada. Nyamuk masih banyak, Babi hutan, Owa, Macan, atau ular juga dapat dijumpai.

Ternyata benar. Pukul 8 malam ada sesosok makhluk yang mengawasi kami dari rerimbunan semak tak jauh dari tenda kami. Dika yang melihatnya. Meskipun tidak jelas berapa besar atau tingginya makhluk tersebut, namun ketika dia mengarahkan senter dia dapat dengan jelas melihat dua objek yang bersinar dan bergerak bersamaan. Itu adalah mata. Entah hewan apa yang memiliki sorot mata yang bersinar seperti itu. Yang dilakukan Dika saat itu adalah berteriak dan menyuruh kami semua masuk tenda.

Rabu, 1 Juni 2016
Kehorroran tidak berlanjut dan kami semua dapat tidur dengan tenang sampai pagi hari.
Paginya kami mempersiapkan untuk summit. Tenda dan perlengkapan lain kami tinggal. Kami hanya membawa 2 carrier yang memuat barang-barang yang sangat perlu saja, seperti air, makanan, jas hujan serta rescue set dan p3k. Kami berangkat pukul 6 pagi. Dua jam kemudian, pada pukul 8 kami mencapai puncak Salak 1. Aku mencapai tempat ini yang kedua kalinya.

Kami kemudian beristirahat sejenak sambil mengobrol dengan pendaki lain. Setelah itu kami melakukan upacara dan berfoto-foto.
Tak lupa aku meminta teman-temanku yang belum mensholatkan Arma untuk melakukan Sholat Ghoib. Semoga doa kami dari puncak tertinggi ini mampu mencapai Arsy dan menjadikan pertimbangan Sang Gusti mengampuni dosa-dosa teman kami.

Setelah itu aku kemudian memeriksa tanda yang aku tinggalkan dua hari lalu. Tanda berupa tulisan FUD PLP 16 itu rupanya sudah tertimbun tanah dan beberapa keramik terlepas. Meskipun begitu tulisan masih dapat terbaca. Aku menunjukkan tulisan itu ke teman-teman. Niat memberikan surprise gagal sudah,
 
Kami di puncak agak lama mengobrol dengan pendaki lain. Salah satu diantaranya bernama Dimas. Dari hasil obrolan itu kami memutuskan untuk turun bersama mereka lewat jalur Cidahu. Untuk mencapai Cidahu, ketika sampai di pertigaan Bajuri kami harus mengambil jalan lurus, kalau belok kanan kembali ke jalur Pasir Reungit. Pertimbangan kami turun lewat Cidahu karena lebih dekat,  akses transportasi yang lebih mudah dan murah, serta ada orang yang memahami wilayah tersebut.

Perjalanan turun betul-betul lebih cepat ketika melewati jalur Cidahu. Pukul 11 kami selesai bongkar tenda. Sampai di pertigaan Bajuri pukul 12.00 dan istirahat selama setengah jam. Pada pukul 15.00 kami sudah sampai di basecamp Cidahu.
Di Basecamp kami mandi dan bersih-bersih kemudian menumpang angkot turun sampai jalan besar. (Aku lupa namanya, namun jalan ini adalah jalan raya penghubung Sukabumi-Bogor-Jakarta).

Di jalan itu semestinya kami naik angkot sekali lagi dengan biaya 10000 per orang. Namun bang Dimas memilih mencegat truk atau mobil pick-up bak terbuka dan mengajak kami menumpang secara gratis. 3 kali kami berganti kendaraan karena beberapa mobil pick-up tidak menuju tempat yang akan kami tuju. Sampai akhirnya ada truk-terbuka ukuran sedang yang bersedia kami tumpangi dan menuju tempat yang kami tuju, Ciawi.

Karena kondisi macet akhirnya kami baru sampai di Ciawi sekitar pukul 20.00. Dari situ kami kemudian mencari bus tujuan Bandung namun tidak menemukan. Akhirnya kami menaiki bus tujuan Garut dan meminta turun di Padalarang.
Bus ekonomi yang kami naiki melewati Cibodas, kanannya adalah gunung Gede Pangrango. Ada keinginan untuk turun dari bus dan naik angkot sampai basecamp yang jaraknya hanya beberapa kilo dari sini. Namun mengingat bahwa uangku tidak memadai, konsumsi yang sudah menipis, dan kondisi fisik yang tidak memungkinkan akhirnya kubuang jauh-jauh niat tersebut.
Bus terus melaju melewati jalanan yang berliku dengan kecepatan tinggi. Meskipun capek dan ngantuk, namun aku tidak bisa tidur selama diperjalanan. Mungkin karena bisnya yang kurang nyaman, panas, dan pengemudinya yang menghkawatirkan.

Kami sampai di Padalarang hampir tengah malam. Dari situ satu-satunya pilihan adalah menyewa angkot sampai stasiun Kiaracondong. Meskipun lebih mahal, namun kami tidak punya pilihan lain. Nunggu angkot regular mulai beroperasi setelah subuh sangat tidak mungkin karena kereta berangkat pukul 05.30.

Kami menyewa angkot dan melanjutkan perjalanan menuju stasiun Kiaracondong. Sesampainya di stasiun kami semua merasa kelaparan. Maklum, kami terakhir makan adalah di pertigaan Bajuri hampir 12 jam lalu. Dika dan Bleki berinisiatif membeli bahan masakan di pasar yang tak jauh dari stasiun. Dan dengan tidak mempedulikan orang-orang kami kemudian memasak di depan stasiun tersebut.

Kami memasak sampai jelang waktu shubuh. Aku yang belum tau tujuannya mau kemana berusaha menghubungi beberapa teman. Hal yang harus kulakukan nanti pagi adalah istirahat. Tubuhku sudah terlalu lelah. Salah satu temanku anak Unpad kebetulan sedang selo. Aku minta izin buat tidur di kontrakannya dan dia mempersilakan, bahkan bersedia menjemputku.
"Tapi gue jemput di Rancaekek aja ya gin. Kalau Kircon kejauhan soalnya. Lo dari Kircon naik semacam KRL ada kok. 8000 kalo gak salah" Ujar Sobri lewat telpon.

Aku kemudian mendatangi loket dan memesan tiket kereta KRD Patas tujuan Cicalengka. Kereta berangkat pukul 05.45, lima belas menit setelah keberangkatan mereka. Jadi aku masih sempat mengantarkan mereka berlima memasuki kereta.

Keretaku berangkat dan hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai di stasiun Rancaekek. Aku turun kereta dan keluar stasiun. Sobri baru datang setengah jam kemudian dan langsung mengantarku ke kontrakannya.

Dan bruuk... Setelah sarapan aku langsung tepar, tidur sampai dhuhur tanpa bercerita banyak ke Sobri. Yang dia tahu aku habis naik gunung dan lagi capek.
"Nanti ya, abis dhuhur tak ceritani kabeh" Ujarku sebelumnya.

Tidak banyak hal yang kulakukan di Bandung karena memang awalnya tidak ada plan kesini dan juga uangku sudah menipis. Siang ini aku ke salah satu pusat perbelanjaan dan membeli dua kaos karena bajuku udah kotor semua. Setelah itu aku mendatangi agen bus Budiman untuk memesan tiket pulang ke Jogja. Aku niatnya sore ini langsung pulang. Tiket tidak kudapatkan karena ternyata bisa langsung dibeli dan dibayar ditempat. Kami hanya diminta kembali ke agen ini malam nanti pukul 19.00

Malam itu aku meninggalkan Bandung menuju Jogjakarta.
Petualanganku sudah selesai.
Ask Me Anything
Follow me on Twitter
Recommend me on Google Plus
feedback