Setiap orang hidup dengan banyak kekhawatiran dan ketakutan. Seharusnya, itu bukan alasan untuk tidak berani membuka diri.
(K. Aulia R.)
Padang, Ahad 31 Agustus 2014
Aku sudah siap berangkat setelah hanya istirahat sebentar di kos Iman. Semua perkap sudah lengkap. Aku sudah memakai seragam gunung dari atas sampai bawah. Dari sepatu, carrier, baju, celana sudah style gunung. Tinggal berangkat saja. Aku kali ini menggunakan sepatu merk Caterpillar punya Iman. Sebenarnya aku sudah membawa sepatu sendiri, namun setelah melihat sepatu Iman yang terlihat lebih baik dan lebih pas, aku kepikiran untuk meminjamnya. Dan ternyata punya dia nyaman aku pakai. Iman sendiri bukan anak mapala sebenarnya, tapi dia beberapa kali mendaki gunung-gunung kecil di Padang. Ya, sekadar mencari hiburan dan mencoba-coba, begitu katanya. Perkap gunung dia juga lumayan lengkap.
Pukul 08.30 aku sudah sampai di kampus Unand. Sebuah kampus besar dan luas. Hari ini minggu, banyak mahasiswa berjalan-jalan, jogging atau olahraga lain di sekitar kampus. Aku langsung diantar Iman ke sekret svarna dwipa. Didalam sudah ada dua orang yang dengan ramah menyapaku.
"Assalamualaikum" Ujarku di depan sekret.
Seseorang menyambutku dengan senyum ramah "Waalaikumsalam. Ayo, silakan masuk. Ini pasti mas Angin ya, kawannya bang Dino?" Seorang pria gempal yang aku duga dia adalah Uda Jefri kemudian membantuku menurunkan carrier. Aku membuka sepatu.
"Iya Da. Ini uda Jefri yang aku telpon tadi kan? Salam kenal Da"
Aku kemudian duduk. Disamping Uda Jef ada orang lain. Aku menyalaminya. Memperkenalkan diri.
"Mario" Dia singkat memperkenalkan namanya.
Uda Jefri kemudian menyajikan kopi hangat kepadaku. Pagi ini memang agak mendung dan kemarin habis turun hujan, jadi suasananya dingin dan sejuk. Minum kopi dan berbagi cerita dengan kawan baru adalah cara yang menyenangkan menghabiskan pagi hari.
Belum banyak kami saling bercerita. Akupun menduga kalau kedua orang ini adalah orang-orang yang diceritakan Bang Dino kemarin. Dua orang yang akan naik Kerinci. Tapi aku melihat hanya ada satu carrier disamping bang Mario. Dan style Uda Jefri juga sepertinya tidak akan pergi kemana-mana. 'Mungkin dia belum packing', batinku.
Kemudian kami saling bercerita. Tentang mapala kami masing-masing. Meskipun aku secara resmi bukan pengurus atau mahasiswa yang aktif di organisasi pecinta alam, namun aku sedikit banyak tahu beberapa hal mengenai mapala di kampusku. Kami saling bertukar cerita, pengalaman, dan ilmu pengetahuan tentang gunung.
"Kita masih menunggu satu orang lagi Gin. Namanya Badai, dia seangkatan sama kamu. Mungkin dia datang beberapa menit lagi" Begitu kata uda Jef.
Uda Jefri, dia adalah senior di svarna dwipa. Dia dua tahun diatasku. Badannya gempal seperti Iman. Orangnya ramah. Pengalaman dan skill dia tidak diragukan lagi.
Dugaanku bahwa dia salah satu yang akan mendaki Kerinci ternyata salah. "Aku tidak ikut naik Gin. Nanti yang berangkat kamu, Badai, dan Bang Mario." Begitu katanya. "Aku hanya diminta Bang Dino menjemputmu!"
Satu orang lain di lingkaran kecil ini ada laki-laki kurus tinggi bernama Mario.
Mario, aku memanggilnya Bang Mario, dia baru lulus beberapa bulan lalu. Dia bukan anak svarna dwipa. Dia orang Jakarta keturunan batak yang kuliah di bandung. Dia dulunya mapala yang aktif, banyak sekali pengalaman mendaki gunung. Jam terbangnya sudah tinggi. Meskipun jarang senyum dan sedikit bicara, tapi dia bukan tipe orang yang sombong, bahkan dia sangat respek terhadap uda Jef. Lalu bagaimana dia bisa terdampar saat ini di svarna dwipa? Usut punya usut ternyata dia adalah teman satu mapala dengan kakaknya Badai.
Sementara satu lagi, namanya Badai, belum hadir saat ini. Dia adalah orang asli Kerinci tapi belum pernah mendaki gunung itu. Dia mapala svarna dwipa, dan aku belum tahu wajahnya seperti apa.
Yang sedang aku bicarakan kemudian datang. Si Badai anak Kerinci. Orangnya ternyata sangat ramah, murah senyum, pembawaanya santai, dan logatnya minang. Perawakannya lebih pendek beberapa senti dari aku, rambutnya sebahu belah tengah.
Semua sudah berkumpul. Aku, Badai, dan Mario. Kami bertiga hari ini bersiap menuju Jambi.
Plan kami pagi ini adalah berangkat menggunakan travel menuju Jambi. Kemudian menemui kakaknya Badai, namanya Randy. Setelah itu menginap semalam di rumah pamannya Badai, dan keesokan harinya packing, kemudian berangkat menuju Kersik Tuo, basecamp pendakian Gunung Kerinci.
Bisa dibilang ini adalah pendakiannya bang Randy. Dia mendaki bersama temannya (bang Mario), dan adiknya (Badai). Aku berada disini, nyelonong masuk ikut pendakian mereka. Sempat agak canggung juga sebenarnya, karena dari awal aku mengira ini adalah operasional divisi gunung svarna dwipa. Tapi untungnya ada Badai, teman baru yang sangat ramah dan sangat welcome terhadapku. Juga bang Mario yang menyenangkan diajak bercerita. Dan itu kemudian membuatku merasa nyaman dan cair dengan mereka.
Kami saat ini menunggu datangnya travel yang sudah dipesan Badai sejak kemarin. Janjinya akan datang pukul 10 pagi.
Masih ada sekitar satu jam lagi.
Aku kemudian memanfaatkan waktu satu jam itu untuk berkeliling sekitar kampus. Aku menuju rektorat yang berada di tempat tertinggi di komplek Unand. Aku menemui Iman yang sejak tadi berada di sekitar rektorat, dia kemudian menjelaskan beberapa bangunan dibawah, beberapa fakultas, jalan, arah, dan perbukitan diseberang. Dia juga menjelaskan gugusan pegunungan bukit barisan yang terlihat di sisi kiri gedung rektorat.
Sampai pukul setengah sebelas kemudian Badai datang memanggilku. Aku turun dan kembali ke sekret svarna dwipa. Minibus travel sudah datang. Aku kemudian berpamitan dengan Iman. Kami kemudian menaikkan carrier kedalam bagasi mobil. Kami juga berpamitan dengan uda Jef, serta beberapa mahasiswa yang sedang ada di sekret.
Perjalanan panjang dari Padang ke Jambi membutuhkan waktu hingga 7-8 jam.
Dari Padang menuju Lubuk Selasih, melewati jalan antara danau atas dan danau bawah, jalanan berliku-liku, diantara hutan hujan tropis dan perbukitan-perbukitan bagian dari bukit barisan.
Pukul 15.00 kami kemudian istirahat di rumah makan 'mahal' dipinggir jalan.
Gerimis turun dengan intensitas ringan.
Setelah makan aku kemudian sholat. Air yang aku pakai untuk wudhu begitu dingin. Sepanjang perjalanan dari Padang tadi kami memang berada di ketinggian diatas 700 mdpl.
Di tempat ini pohon-pohon berkanopi snagat tinggi. Cahaya matahari hanya beberapa persen yang mencapai tanah. Oksigen begitu melimpah disini. Seperti tidak ada batasnya.
Ini sudah masuk wilayah bagian dari Taman Nasional Kerinci Seblat, jadi hutan disekitar sini dilindungi.
Perjalanan dilanjutkan, melewati perbatasan Sumbar-Jambi dan melewati jalanan berkelok-kelok lagi. Kami sedang diantara dua gunung, sebelah kanan Kerinci, sebelah kiri Gunung Tujuh. Di jalan kemudian kabut turun dan membuatku merasa seperti dalam adegan film silent hill. Begitu putih sepanjang kanan kiri, magis. Jalanan hanya terlihat jelas beberapa meter. Melewati kabut dengan jalanan berliku menanjak dan menurun membutuhkan keterampilan menyetir level dewa. Pengalaman jugalah yang menentukan keselamatan perjalanan ini. Setelah melewati kabut itu, sekitar satu jam kemudian kami sampai di Kersik Tuo, perkebunan teh Kayu Aro. Sebuah kebun teh besar, paling besar se Indonesia. Disini adalah basecamp pendakian Gunung Kerinci.
Kami tidak berhenti di Kersik Tuo. Tujuan kami adalah rumah pamannya Badai. Beliau tinggal sekitar 20 Km dari Kersik Tuo, di suatu daerah bernama Siulak, kabupaten Kerinci, propinsi Jambi. Sebuah kecamatan yang berada di ketinggian 800an meter diatas permukaan laut. Udara cukup dingin hawa pegunungan.
Kami sampai di Siulak waktu sholat Isya.
Di rumah ini sudah ada bang Randy. Aku kemudian berkenalan dengan dia.
Bang Randy dan pamannya kemudian menjamu kami dengan makan malam dan kami bercerita lebih banyak. Bang Randy terlihat sangat senang bertemu dengan teman lamanya, bang Mario. Badai juga terlihat senang bertemu kakak dan pamannya. Sepertinya mereka sudah lama tidak saling bertemu. Aku merasakan aura positif di ruangan ini. Aura persahabatan, kekeluargaan, dan keceriaan. Semua itu membuatku tidak lagi merasa asing disini. Bahkan dengan bang Randy yang baru satu detik aku kenal, dia menyambutku dengan kebaikan-kebaikan. Dia bercerita banyak hal padaku. Kami saling bercerita. Dengan keramahan warga Kerinci, mereka menganggapku sebagai bagian dari mereka. Aku mengucapkan terimakasih untuk itu.
Malam ini Kecamatan Siulak padam listrik dan packing tidak dapat kami lakukan. Hari ini terlalu melelahkan. Segala hal akan kami lanjutkan esok hari.
Besok kami mendaki Kerinci, gunung tertinggi di Sumatra!