Karma

|
Pagi itu serasa kebahagiaan meledak-ledak. Memintal doa-doa ke angkasa
Begitu khusyuk-ku bertasbih menumbuhkan harapan.
Sempurna.
Seolah kebahagiaan bakal abadi.

Lalu sekerlip kilatan mencerai beraikannya. Menjadikannya partikel-partikel topeng yang terbelah.
Memuakkan. Ironi-ironi kebahagiaan palsu. Repetisi kebohongan yang sialnya kupercaya mati-matian.

Lugunya bahasa-bahasa muka. Kejinya si penjual rupa. Kejujuran telah terinjak-injak deklarasi cinta.
Seolah perasaan hanya benang-benang boneka, seolah lusa tak akan berbuah lusa, seolah titah Tuhan kau yang main-mainkan.

Sadarlah.
Seserius apa kau membasuhnya. Wahai manusia pembual. Pembual mantra, pembual realita. Pembual lencana, pembual nisan tanpa nama. Pembual senyuman, pembual ciuman. Pembual melodrama.

Kau hanya terus berjalan dalam penjara bernama kutukan, layar-layar repetisi yang menenun cumbu-cumbuan dan mendayumu percaya bahwa cahaya dapat ditukar cuma-cuma. Sadarilah. Hukum tak akan pernah malih rupa. Karma tak akan berbelas meski kau memelas.
Ask Me Anything
Follow me on Twitter
Recommend me on Google Plus
feedback