Bias Kabut Sindoro

|

Ini pendakian paling absurd kedua bagi gue. Setelah Lawu November 2013.
Tentu saja nggak bareng anak Fakultas. Karena kalo sama mereka pendakiannya nggak mungkin absurd. Pendakian gue kali ini bareng Social Criminals. Isinya bocah-bocah nekat. Yang ikut kali ini ada 4 orang, termasuk gue. Dari 4 universitas berbeda. Gue sebut absurd karena pendakiannya nggak standar banget. Perlengkapan nggak lengkap. Persiapan apa adanya.

Sore itu, senja terakhir 2013, seorang teman datang jauh-jauh dari Bandung ke Jogja. Backpacking. Ke pantai selatan, jalanan kota jogja, dan wisata budaya. Dan mampirlah dia ke tempat gue. Maka disitu gue langsung dapat ide buat ngajak dia naik gunung.
Nggak pake perencanaan repot-repot. Atau rapat berjam-jam, gue langsung ngasih tanggal. Sabtu 11 Januari 2014. Sindoro.
Langsung dia sepakat. Gue juga langsung hubungi yang lain. Maka dihari itu empat orang dinyatakan fix ikutan naik. Sebenernya ada beberapa lagi yang mau ikut. Tapi pada nggak ngasih kepastian mending gue tinggal.



Karena kita tinggal di 4 tempat berbeda, maka koordinasi dilakukan secara online sama sms. Apa yang mesti dibawa sama persiapan yang mesti dilakukan gue posting di forum. Gue sesuaiin standar pendakian sama SOP di Fakultas gue.

Fix. Semua bilang siap.
Maka datanglah tanggal 11 itu.
Kumpul di Secang, Magelang. Pake 2 motor.
Jam 10.00 pagi kita sampe di Kledung, Temanggung.
Perjalanan lengkapnya dari Secang sampe Basecamp kaga gue ceritain, karena seperti mengobrak-abrik kebodohan gue di masalalu.

Disitu masalah timbul. Udah sampe pos 1 baru gue tanyain. Ternyata di tim ini 1 orang kaga bawa aer. yang satu kaga bawa kompor, bawa gas doang.  yang satu bawa aer cuma 1 botol. Yang 1 lagi bawaannya kebanyakan, tapi makanan kering semua.
Dan dari keempat orang ini cuma satu yang bawa survival kit.
Rescue set, P3K, kagak ada yang bawa. Untung bawa dome. Sebelumnya pas ke Lawu, November 2013 kaga ada yang bawa dome. Kompor juga enggak.

Yah, mau gimana lagi. Mau turun buat ngelengkapin perlengkapan juga males. Maka kita lanjut.
Tapi jangan kalian bilang tim ini isinya orang bodoh yang melakukan misi bunuh diri ke Sindoro. Memang amatir. Memang nekat. Tapi nekatnya kita bertanggungjawab.
Tim ini memiliki komposisi terbaik menurut gue. Dengan orang-orang anti-mainstream, nggak pake repot, nggak pake rapat-rapatan koordinasi yang belibet, modal seadanya, nekat, tapi penuh perhitungan.

Lanjut.

11.00-12.00: Perjalanan dari pos 1 sampe pos 2. Di pos 2 istirahat sebentar sekalian sholat dhuhur.
12.30-14.30: Perjalanan dari pos 2 sampe pos 3
14.30-15.30: Istirahat di Pos 3. Mau ngecamp disini tapi nggak jadi.
15.30-16.30: Perjalanan nyari tempat ngeCamp. (di Sindoro ada larangan ngeCamp, 1 di Batu Tatah, dan 2 di Puncak)
16.30: Ketemu tempat ngeCamp. Deket jurang. Biar greget.
16.30-17.30: Pasang Dome, ngatur tempat.
17.30-19.00: Masak aer. Bikin api pake kayu basah. Biar greget.
 19.00: Ngopi sama makan bubur ayam dicampur mie gelas
19.00-21.00: Cerita-cerita Ngawur
21.00-22.00: Mau bikin api tapi sampe sejam kga nyala.trus malah ujan. nggak jadi
22.00-05.00: Tidur


Ahad, 12 Januari 2014

05.00: bangun. Subuhan.
05.00-07.00: Maunya bikin kopi sama masak. Tapi api nggak nyala-nyala. Kita nyerah. Akhirnya ngopi pake aer dingin.
07.00-07.20: Packing, buka dome, pemanasan. Siap-siap Muncak. (aer tinggal 1 botol)
07.20: Perjalanan muncak. medannya terjal.

Perjalanan ke puncak sangat melelahkan. Hawa dingin gunung Sindoro udah nggak kerasa lagi. Yang ada cuma panas dan kering.
Gue jalan duluan di depan. Yang laen jalannya pelan banget. Jadi gue nggak sabaran nunggu mereka.
Masalah muncul disini. Gue nggak bawa aer. Yang bawa temen gue yang paling belakang. Cuma ada aer soda buat minum diatas sama susu, survival kit yang nggak boleh diminum. Gue mau nungguin mereka tapi mereka lelet banget. Gue nggak sabar. Lagian puncak udah hampir keliatan. Gue bertahan. Sejam gue jalan tanpa minum. Stamina gue hampir abis. Tanjakan seperti nggak ada habis-habisnya.
Maka gue kasih dopping tubuh gue pake lagu "Requiem for a Dream". Lagu ini bagi gue lebih dari sekadar ketukan nada-nada instrumental. Tapi lebih dari itu. Lagu ini pemberi semangat. Kalo denger lagu ini, semangat gue bisa bertambah 2 kali lipat. Instrumental ini panjangnya 6 menit. Maka dengan memutar lagu ini 5 kali, gue masih kuat nggak minum.
Tapi akhirnya abis juga tenaga gue. Tenggorokan kering. Napas nggak teratur. Gue duduk. Nungguin yang laen. Tapi mereka serasa masih ada jauh dibawah. Lama gue nunggu nggak dateng-dateng juga.
Maka gue buka susu kotak dan langsung gue minum setengah isinya.
"Sugoooi"
 Tenaga gue pulih. Semangat gue buat naik langsung balik lagi. Maka gue percepat jalan gue. Tinggal dua tanjakan lagi sampai puncak.
Akhirnya,
Gue sampe puncak duluan. Jam 9 kurang 10 menit.
Yang laen baru nyampe 15-30 menit kemudian. Nggak bareng emang.

Puncak gunung Sindoro hari itu penuh kabut. Seluruh sudut pandang hanya warna putih tebal. Gunung Sumbing, yang biasanya terlihat indah dari puncak Sindoro, kali ini nggak kelihatan. Bau belerang menyengat dari dasar kawah. Didasar kawah itu terlihat gumpalan cairan belerang berwarna kehijauan. Guna mencegah bau belerang, yang seperti bau mesiu ini masuk terlalu banyak kedalam pernapasan, maka gue gunakan sarung gue buat masker.
Setengah jam kami jalan-jalan, mengelilingi puncak Sindoro. Meskipun nekat, kami nggak akan bertindak bodoh menuruni kawah itu. maka hanya berkeliling di puncaklah yang dapat kami lakukan.

Pukul 10.00 kami memutuskan untuk turun.
Aer minum tinggal setengah botol. Maka gue mengalah biar mereka bertiga yang minum di jalan nanti. Gue jalan duluan. Turun dengan langkah yang lebih cepat. Menuruni bebatuan. Lompat kanan-kiri. Hampir jatuh.
Satu jam. Akhirnya sampai pos 3.
Masih tanpa minum, gue kembali lari kebawah. Setengah jam berikutnya gue sampai di pos 1.
Yang lain masih dibelakang.
Dan pukul 12.15, setelah perjalanan melelahkan itu akhirnya gue sampai di basecamp.
Ask Me Anything
Follow me on Twitter
Recommend me on Google Plus
feedback