Kapan kiranya aku dan kau bakal bersatu.
Padahal hanya sejengkal tanah memisahkan
antara kita kini. Memang aku mesti hidup
berberat luka bila seperti ini. Memiliki mu
bukanlah pendapatan berpedar tapi
anugerah yang karuniah adanya. Lugas saja
bila ada suka di hati bila bertemu.
Apalah arti rindu bila tidak berbalas. Apalah
arti kangen yang bara api sanggup kalahkan
sedang kau tiada ada pada tempatnya. Cukup
saja ini tulang dan daging ada buat ku peluk
sedang peluk mu tiada.
Sudinya bila ada rindu pasti kau bakal
ketemu. Tak usah sungkan pada matahari bila
terik. Memang pantas aku mendapati
keharuan di sana. Bukankah layak datang
pagi yang cerah cemerlang buat masa di
depan sana. Bukankah layak bagimu permata
yang berkilau zamrud.
Wajar saja bila kita terpisah. Di ambang pecah
bahtera nuh pada zaman ini. Sadari saja apa
mau mu. Lalu kembali saja padaku sejenak
bersama. Jangan kau campur yang baik itu
dengan derita. Campurkan sedih mu dalam
mangkuk bercawan itu. Tuang bersamaan
dengan anggur india. Jadikan penuh malam
ini milik mu. Tiada guna menangisi ku.
Apalah arti bersabar dan bertahan sedang
aku bersenang di sini. Menderita saja kau
dengan semua. Lantas ada kebahagiaan dari
ku yang terpancar dari cawan suci semalam.
Apa aku cukup puas pada permulaan malam
ini. Apa pantas seorang durjana berjalan saja
sendirian sedang yang mati sendiri kutu di
lemari. Aku nyerah pasrah demi kemaslahatan
manusia. Tapi apalah pantas bagimu yang
terciduk asmara kepadaku menghilang. Tiada
pantas.