Media yang Dzolim

|
Sebulan terakhir ini media-media di Seluruh Indonesia dimonopoli oleh pemberitaan mengenai dugaan kasus korupsi yang menimpa dua pimpinan partai politik terbesar di tanah air, Anas Urbaningrum dari Partai Demokrat dan Luthfi Hasan Ishaaq dari PKS.
#Kasus Pertama
Akhir Januari 2013 KPK menetapkan  Luthfi Hasan Ishaaq dan tiga orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus korupsi impor daging sapi senilai 1 milyar rupiah. Pada Rabu malam hari 30 Januari 2013 Luthfi Hasan Ishaaq digiring KPK dari kantor DPP PKS Jalan TB Simatupang No 82, Pasar Minggu, Jakarta Selatan menuju gedung KPK.
Sesaat setelah penetapan itu, Luthfi Hasan Ishaaq menyatakan diri mundur dari jabatannya sebagai Presiden Partai. Beberapa hari kemudian Anis Matta menggantikan jabatannya. Penetapan Luthfi Hasan Ishaaq, Presiden Partai keadilan Sejahtera sebagai tersangka sangat mengejutkan banyak pihak. PKS selama ini dikenal sebagai partai yang bersih, amanah, dan jauh dari korupsi.

#Kasus kedua
Pertengahan Februari 2013 masyarakat dibuat gaduh dengan adanya kabar bocornya Surat Perintah dimulainya Penyelidikan (sprindik) atas nama KPK dengan nama Anas Urbaningrum didalamnya. Statusnya tersangka.
Selama dua minggu sprindik tersubut terombang-ambing dimainkan media. Partai Demokrat gaduh. Anas dicopot secara fungsional oleh SBY dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat.
Akhirnya pada Jumat 22 Februari 2013 KPK secara resmi mengumumkan status Anas sebagai tersangka atas dugaan gratifikasi kasus Hambalang. Ia disangka menerima hadiah dari proyek pembangunan pusat olahraga  tersebut. Anas dikenakan pasal 12 huruf a atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 atau 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU 20 Tahun 2001 tentang UU pemberantasan korupsi. Sehari setelah ditetapkan sebagai tersangka, Anas Urbaningrum resmi mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Yang menjadi masalah adalah, publik menghakimi kedua tokoh ini secara sporadis. Pemberitaan media tidak berimbang. Media baik koran, televisi maupun portal berita online semua beritanya menjatuhkan. Kasus hukum kedua orang ini telah dipolitisasi. Media-media yang didalamnya ditunggangi kepentingan politik lawan PD dan PKS berlomba-lomba mengangkat kasus ini secara besar-besaran. Membentuk opini publik.

Dalam kasus LHI media menjatuhkan PKS habis-habisan. Media membuat ungkapan "daging berjanggut" sebagai manifestasi perannya orang-orang berjanggut ( ustadz-red) dalam kasus korupsi. Ternyata ustadz bisa korupsi juga. Media membentuk opini publik kearah yang negatif.
Sebagai akibatnya adalah opini publik terbentuk, bahwa PKS sama saja dengan partai-partai lainnya yang juga korup. Yang lebih parah adalah karena PKS sebagai partai dengan basis agama Islam, maka publik menghakiminya jauh lebih sadis. Komentar-komentar yang bermunculan tidak hanya menjatuhkan partai, tapi juga melukai hati para kader-kader partai ini dari atas hingga bawah.
Dalam kasus Anas, media mengingatkan publik tentang pernyataan Anas tanggal 9 maret 2012 “Satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas,”. Dan sebagai akibatnya adalah ketika Anas ditetapkan sebagai tersangka, suara-suara itu bermuncuan "gantung Anas di monas!!" "gantung Anas di monas!!" Pemberitaan mengenai Anas (dari sudut pandang negatif) terus bermunculan dan bahkan memonopoli pemberitaan Nasional. Seperti tidak ada berita lain saja. Masyarakat setiap harinya dicekoki oleh pemberitaan-pemberitaan negatif.
Anas dijatuhkan sejatuh-jatuhnya. Kepentingan politik yang mengarah ke 2014 jelas terlihat dalam kasus ini.

Padahal, Anda perlu tahu bahwa Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Tersangka belum tentu bersalah. Tersangka dinyatakan bersalah apabila telah dijatuhi putusan peradilan.

Zholim apabila Anda mengkritik, menjatuhkan, dan menghina seseorang, dalam kasus ini Luthfi Hasan Ishaaq dan Anas Urbaningrum jika di kemudian hari keduanya terbukti tidak bersalah.
Saya katakan sekali lagi.
Zholim apabila Anda mengkritik, menghujat, menjatuhkan, dan menghina seseorang jika di kemudian hari orang yang Anda hujat terbukti tidak bersalah
Maka Anda harus berpikir terlebih dahulu sebelum menghujat seseorang.
Dari Abu Dzar Al Ghifari radhiallahuanhu dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam sebagaimana beliau riwayatkan dari Rabbnya Azza Wajalla bahwa Dia berfirman: Wahai hambaku, sesungguhya aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya (kezaliman itu) diantara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku zalim. (HR Muslim. Dalam Arbain Nawawi Hadits no.24)

Saya disini tidak bermaksud membenarkan Luthfi Hasan Ishaaq ataupun Anas Urbaningrum. Karena bagaimanapun setiap orang bisa saja melakukan kesalahan. Namun yang perlu Anda ketahui, sebelum men-judge seseorang, Anda harus mengetahui terlebih dahulu siapa orang yang Anda hakimi.
Sebagai seorang muslim, Anda harus mengetahui latar belakang orang-orang yang menjerat dan orang-orang yang dijerat.
Jika kita menilik kedua orang ini,  Luthfi Hasan Ishaaq dan Anas Urbaningrum, latar belakang pengetahuan agama mereka lebih banyak dan mereka lebih religius dibandingkan para penjeratnya.
Luthfi Hasan Ishaaq adalah lulusan Punjab University, Pakistan dan mengambil gelar master dalam program Islamic Studies. Beliau adalah Da'i, ulama, ustadz. Anas Urbaningrum adalah mantan ketua umum Himpunan Mahasiswa Islam.
Sedangkan KPK adalah bentukan SBY. Orang-orang didalamnya dari berbagai kalangan. Sekuler dominan.

Sebagai seorang muslim, jika ulama Anda disangkakan atas kasus hukum, maka kewajiban Anda seharusnya adalah mendukung ulama, membuktikan bahwa ulama kita tidak bersalah (jika memang dia tidak bersalah) atau setidaknya Anda diam. Jangan menuduh sembarangan apalagi menjatuhkan ulama Anda sebelum pengadilan memutuskan kebersalahannya.
Ulama adalah pewaris Al-Anbiya', pewaris para Nabi Allah.
Di dalam Shahih Al-Hakim diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr secara marfu’ (riwayatnya sampai kepada Rasulullah): “Sesungguhnya termasuk tanda-tanda datangnya hari kiamat adalah direndahkannya para ulama dan diangkatnya orang jahat.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 60)

Dan ketika yang digunjing dan dihujat oleh media terbukti tidak bersalah, sebut saja Misbakhun. Beliau disangkakan atas dugaan suap terkait letter of credit (L/C) Bank Century dan dibui selama beberapa bulan. Dan akhirnya dibebaskan karena terbukti tidak bersalah, dimana media yang selama ini gembar-gembor?
Mlempem. Hanya sedikit berita yang mengungkapkan kebebasan dan ketidakbersalahan Misbakhun. Berita bahwa Misbakhun akhirnya dibebaskan karena tidak bersalah tidak menarik, kata mereka. Cih. Jika dibandingkan antara berita penangkapan dan berita pembebasan, rasionya jauh lebih besar dan lebih sporadis berita penangkapannya. Ini adalah kriminalisasi. Dan Anda membiarkan begitu saja ulama Anda, ulama kita semua dikriminalisasi?

Jangan kalian mengikuti apa kata media. Media di Indonesia banyak yang ditunggangi kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan. Media hanya menginginkan rating, tidak mementingkan etika. Media tidak mengenal keterseimbangan berita. Kejahatan media itu seperti penjaja narkoba, bikin pemirsa kecanduan tidak terkira. Kejahatan media itu bahkan bisa menggantikan kedudukan ulama, tanpa fatwa dapat diikuti siapa saja. Kejahatan media tidak bisa direkayasa sebab medialah sang maha rekayasa sesungguhnya. Kejahatan media tidak bisa diperiksa, karena media paling suka memeriksa. Siapa saja bisa diperiksa media.

Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman.
(QS Al Qashash:59)


diolah dari berbagai sumber
Ask Me Anything
Follow me on Twitter
Recommend me on Google Plus
feedback